Diberdayakan oleh Blogger.

PROBLEMATIKA IBD DAN SISTEM INFORMASI

Mengidentifikasi Masalah Ilmu Budaya Dasar
Sekarang ini masyarakat dunia, termasuk Indonesia, sedang masuk dalam era globaliasi. Meruntut waktu, dalam lima tahun belakangan ini kita, terutama saya sering sekali mendengar kata “Globalisasi” baik itu dalam media massa ataupun melalui percakapan sehari-hari, entah percakapan itu dilakukan oleh para ahli atau oleh para ibu-ibu tetangga di sekitar tempat tinggal saya. Singkatnya kata “Globalisasi” sepertinya sudah menjadi milik umum meski entah berapa persen dari masyarakat yang betul-betul memahami pengertian dari globalisasi itu sendiri.
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain.
Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya.
Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.
Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal dan lokalisasi produk global. Gaung globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi.
Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita.
Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara Dunia Ketiga harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa Dunia Ketiga haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.
Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan lewat imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama globalisasi.

Tinjauan Kebudayaan Tradisional dari Aspek Global
Globalisasi menjadi tantangan untuk semua aspek kehidupan juga yang terkait dengan kebudayaan. Budaya tradisional yang mencerminkan etos kerja yang kurang baik tidak akan mampu bertahan dalam era global. Era global menuntut kesiapan kita untuk siap berubah menyesuaikan perubahan zaman dan mampu mengambil setiap kesempatan. Budaya tradisional di Indonesia sebenarnya lebih kreatif dan tidak bersifat meniru, yang menjadi masalah adalah mempertahankan jati diri bangsa. Sebagai contoh sederhana, budaya gotong royong di Indonesia saat ini hampir terkikis habis, individual dan tidak mau tahu dengan orang lain adalah cerminan yang tampak saat ini. Perlu dipikirkan agar kebudayaan kita tetap dapat mencerminkan kepribadian \bangsa. Kebudayaan tradisional adalah sebuah warisan luhur.
Dalam era globalisasi, kebudayaan tradisional mulai mengalami erosi. Orang, anak muda utamanya lebih senang menghabiskan waktunya untuk mengakses internet dari pada mempelajari tarian dari kebudayaan sendiri. Orang akan merasa bangga ketika dapat menuru gaya berpakaian orang barat dan menganggap budayanya kuno dan ketinggalan. Globalisasi akan selalu memberikan perubahan, kita lah yang harus meneliti apakah budaya-budaya tersebut bersifat positif ataupun negatife.

PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.
Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi.
Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi.
Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi.
Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.

KEBUDAYAAN TRADISIONAL
Kebudayaan tradisional dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang berasal sebelum terbentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal berasal dari seluruh kebudayaan yang beraneka ragam di Indonesia merupakan integral daripada kebudayaan Indonesia. Ada beraneka ragam kebudayaan Indonesia seperti misalnya tarian. Berbagai macam tarian di Indonesia. Contoh : Kuda lumping (Jawa), Kecak (Bali), Saman (Aceh), Jaipong (Sunda), dll.
Dalam kebudayaan terjadi pula proses saling mempengaruhi maksudnya merupakan suatu gejala wajar dalam interaksi dengan masyarakat lain / kelompok lain yang mendiami Indonesia. Bahkan sebelum Indonesia terbentuk telah mengalami proses mempengaruhi dan dipengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat penting dalam kebudayaan. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah.
Kebudayaan tradisional memiliki nilai budaya yang banyak bersumber dari agama-agama yang lahir di dunia timur. Di dunia timur dicari keharmonisan dengan alam, sebab alam memberi kehidupan, memberi makan, tempat ibadah, bahan untuk seni dan sains.

KEBUDAYAAN MODERN
Kebudayaan modern yang disebut juga kebudayaan barat ini bermula dari jaman “Reneisance”. Ketika itu Vasco da Gama sebagai wakil kebudayaan barat mengelilingi Afrika dan mendarat di Kalikut, maka terbentanglah bagi seluruh Asia sejarah baru, termasuk di Indonesia. Sejak saat itulah banyak negara maju dan modern berbondong-bondong ke Asia mengelilingi Afrika dan mendarat di Kalikut, maka terbentanglah bagi seluruh Asia sejarah baru, termasuk di Indonesia. Sejak saat itulah banyak negara maju dan modern berbondong-bondong ke Asia temasuk Indonesia dan membuat sengsara karena berawal untuk perdagangan namun berubah menjadi penjajahan. Dan karena kedatangan bangsa modern itulah akhirnya di Indonesia sejumlah pemudanya menghirup ilmu modern termasuk pendidikan sehingga melahirkan kebudayaan modern.
Selain itu, pertemuan dengan negara-negara modern memperkenalkan unsur-unsur budaya seperti ilmu pengetahuan, sistem ekonomi, peralatan, bahasa, kesenian dan agama. Disamping itu mereka (bangsa modern) juga memperkenalkan huruf dan tulisan latin yang merupakan unsur penting bagi terbukanya komunikasi internasional. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan barat atau kebudayaan modern besar sekali sumbangannya bagi masyarakat Indonesia. pengaruh kebudayaan modern sangat nyata dengan adanya proses modernisasi.
Pada perkembangan kebudayaan modern cenderung lebih mengutamakan dunia objektif daripada pada rasa, sehingga hasil pola pemikiran mampu membuahkan sains & teknologi. Bahkan hingga saat ini terbukti bahwa kebudayaan modern lebih unggul daripada kebudayaan tradisional yang cenderung mundur. Pada kebudayaan modern cara berfikir dan hidupnya lebih terpikat oleh kemajuan material dan hidup sehingga tidak cocok dengan cara berpikir untuk meninjau makna hidup dan pikiran masyarakat kita makin berkurang karena pada kebudayaan modern mengunggulkan cara pikir analitis rasional.
Menurut To Thi Anh ada 3 nilai penting yang mendasari kebudayaan modern, antara lain :
1. Martabat Manusia
2. Kebebasan, dan
3. Teknologi

3 (tiga) macam kebudayaan modern yaitu :
1. Kebudayaan Teknologi Modern
Kebudayaan teknologi modern merupakan anak kebudayaan modern. Akan tetapi, meskipun kebudayaan teknologi modern jelas menentukan wujud barat, kebudayaan teknologi modern sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masalah non barat seperti misalnya pada bangsa Jepang. Kebudayaan modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyatuan simplistik, begitu pula penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kecanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya menunjukkan kecanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam keadaan dominan yang diambil oleh sains dan teknologi dalam hidup masyarakat. Misalnya media komunikasi sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam alat-alat rumah tangga serta persenjataan modern. Kebudayaan teknologi modern sendiri secara mencolok bersifat instrumental.

2. Kebudayaan Modern Tiruan
Kebudayaan modern itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan teknologi modern. Akan tetapi hanya mencakup kepemilikan simbol-simbol lahiriah saja. Misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, supermarket (mall), dan Kentucky Fried Chicken (KFC). Di lapangan terbang orang dikelilingi hasil teknologi tinggi yang bergerak dalam dunia buatan. Contohnya : duty freeshot, tangga berjalan, pesawat terbang. Semua teknologi tersebut merupakan artificial dimana di seluruh dunia tidak ada yang sama. Tidak ada hubungan batin.
Kebudayaan tiruan hidup dari ilusi bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil teknologi modern maka menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial tidak mengembangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malah semakin kosong karena kita semakin menjauh dari diri sendiri. Kita semakin memberikan diri kita untuk dikemudikan budaya lain seperti pada selera kita, kelakuan, pakaian, penilaian, rasa kagum yang semua itu telah dimanipulasikan. Itulah sebabnya pada kebudayaan ini tidak nyata melainkan tiruan / blasteran. Anak kebudayaan tiruan / blasteran ini adalah konsumerisme.

3. Kebudayaan Barat
Kebudayaan blasteran. Kebudayaan blasteran itu memang vitalitas. Budaya ini mengancam negara Jerman, Prancis, dan sebagian eropa. Dalam kebudayaan ini orang yang tersenggol sedikit dengan budaya barat belum tentu menjadi orang modern, dengan kata lain budaya barat tidak ”wajib” dijadikan tolok ukur kebudayaan modern.

Kebudayaan Kita Semakin Tergusur
Sebuah persoalan dalam bidang budaya yang masih mendesak pemahaman kita ialah mengapa kebudayaan Indonesia sejak tahun 1980-an berada dalam keadaan kurang mengembirakan, ia semakin tergeser, tergusur, dan tersingkir dari pusat dan puncak perhatian dan kesibukan kita sehari-hari. Ini memang bukan persoalan baru, dan memang sudah ramai di perbincangkan pada awal 1980-an, tapi setiap ada yang mempertanyakan apa yang saat ini harus di perhatikan dalam sebuah kebudayaan Indonesia, saya cenderung menunjuk pada tidak lagi mementingkan kebudayaan sebagai problematika terpenting. Musim temu budaya daerah sebagai penyangga budaya nasional bermunculan diberbagai kota seakan-akan budaya kita pada masa ini menghadapi kemunduran biarpun seorang pakar budaya masih penting.
Seorang pakar budaya pada masa pra-Orde baru mungkin seperti seorang Iwan Fals, Abdurrahman Wahid, atau Laksamana Soedomo. Pada tahun 1970-an orang sudah mengeluh tentang kebudayaan, tapi pada waktu itu masih ada hiruk-pikuk perdebatan dan persaingan yang tak banyak tersisa. Sejauh itu masih ada yang perlu di pertanyakan terhadap kesadaran akan wawasan Nusantara yang kadang masih diselimuti oleh chauvinis kedaerahan dan kebudayaan yang pada akhir-akhir ini akan kembali berona sejarah seperti ketika berkecamuknya masa renaisance dan aufklarung di benua barat tiga abad yang lalu. Apabila dengan kian terasanya arus globalisasi peradaban masyarakat industri maju, yang mengandalkan materialisme dan membawa wabah konsumerisme, pengusuran mau tak mau pasti terjadi. Banyak sendi budaya yang ditinggalkan.




Impor, Asing dan Modern
Diantara masalah itu, antara lain mengenai pemahaman kita tentang kebudayaan secara umum, khususnya kebudayaan Indonesia atau Nasional, kebudayaan -kebudayaan daerah dan asing peranan agama, ilmu pengetahuan budaya, bahkan, sampai pada masalah yang lebih kecil seperti, masalah minat baca dan sebagainya. Drs HM. Idham Samawi mengatakan, bahwa apa yang kita rasakan saat ini adalah sebuah kondisi di mana bangsa dan negara saat ini berada dalam suatu arus yang sangat besar yang membatasi (marjinalisasi). Kita dapat melihat secara langsung bagaimana petani terpuruk, buah lokal digusur oleh buah impor, kebudayaan kita tersingkir oleh kebudayaan asing, dalam kasus kebudayaan, kita melihat dengan jelas bagaimana anak-anak disihir oleh film-film asing ditengah ketidakmampuan kita melihat film bagi anak-anak kita. Dalam peta kehidupan masyarakat modern yang menjunjung tinggi budaya pragmatis, nilai- nilai kebudayaan yang menjunjung tinggi keselarsan (harmoni), cenderung tersingkir. Sebab, nilai- nilai kebudayaan itu di pandang kurang relevan dengan kehidupan masyarakat modern. Masalah merampingnya kebudayaan Indonesia akhir-akhir ini menjadi perbincangan di kalangan seniman dan budayawan. Hal itu berarti bahwa sebenarnya kalangan seniman dan budayawan bukan bereaksi menghadapi realitas dan masalah yang timbul, melainkan mereka sekedar bereaksi menanggapi masalah dan realitas itu. Pejabat pemerintah yang punya kompetisi dengan kesenian tradisional supaya citra negara terangkat dimata dunia dan pencaturan International, masih berdiri dengan perjanjian (konvensi) lama, negara dan pejabat negera hanya memfungsikan kesenian Indonesia untuk kepentingan praktis, karena titik tolak pandangan dan sikapnya masih pada batas bahwa kesenian tradisional dan modern adalah instrumen kegiatan ritual. Hal itu tidak membutuhkan perhatian dalam porsi yang besar, yang sama dengan sektor-sektor kehidupan lain tidakkah jatah untuk kebudayaan hanya 2,7 persen dari ranangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) pada berita terakhir. Kebudayaan masih dianggap instrumen yang berfungsi praktis, umpamanya untuk tujuan pelancongan (turisme) bagi peningkatan sumber devisa negara, para seniman yang mengembangkan etos kebudayaan masih bergulat dengan banyak pihak kearah perbaikan kesenian Indonesia di masa depan. Raudal Tanjung Banua mengatakan, bahwa tataran kebudayaan dengan kemungkinan nasionalisme kebudayaan tidak terlalu digali, bahkan cendrung dinibsikan. Akan tetapi dari proyek nasionalisme yang mengotamakan arus negara itu, bangsa-bangsa diringkus menjadi sekedar suku bangsa. Disusun sebuah ruang kebudayaan yang lebih lapang telah dihilangkan, demi kemauan politis.
Perlu di pahami kita memperbincangkan tergusurnya kedudukan kebudayaan sebagai suatu pranata sosial. itu tidak membicarakan budaya secara detail.bukan juga nilai budaya masyarakat. Ini perlu ditekankan karena perbincangan tentang tergusurnya peran sosial budaya sering di pahami secara keliru sebagai kritik atau tuduhan terhadap sosial budaya. Seakan- akan gejala ini saya kira merupakan kesalahan pihak budayawan.
Kesalahpahaman seperti itu, merupakan akibat dominasi tradisi romantisme yang terlalu menekankan aspek individual budayawan dan nilainya. Mengabaikan kebudayaan sebagai pranata sosial. menyebut nasib pranata kebudayaan dianggap sebagai serangan pribadi terhadap para budayawan. Akibatnya, budayawan yang berwawasan sempit menyangkal terjadinya gejala pengerdilan dan penggusuran kebudayaan dalam pembangunan. Karena merasa di serang, mereka membela diri dan membela status quo dengan mengatakan kebudayaan sekarang baik- baik saja, kalau ada penilaian yang negatif atas perkembangan budaya, maka itu di anggap sebagai kegagalan atau ketololan para kritikus budaya yang kurang paham kepada kebudayaan. Model hubungan inilah, kita menampilkan cara-cara pemahaman yang baru sebagai paradigama postrukturalisme, dengan melibatkan sebagai disiplin yang lain, yang kemudian melahirkan pemahaman kebudayaan-kebudayaan yang bernuansa Islami dan berpegang teguh pada agama itu sendiri. Kondisi masyarakat Indonesia yang dinamis sebagai akibat hubungan antara agama dan kebudayaan. Penelitian dan studi kultural perlu ditekankan untuk dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka mengungkapkan latar belakang sosial khususnya yang ada di Indonesia, sehingga agama dan kebudayaan benar-benar memiliki arti bagi masyarakat luas.


2. MENGIDENTIFIKASI MASALAH SISTEM INFORMASI

Permasalahan Sistem
Semua sistem informasi akan mempunyai masalah, tanpa memperdulikan seberapa baiknya sistem tersebut didesain. Beberapa hal yang menyababkan system informasi mempunyai masalah, antara lain karena :
a. Waktu (overtime).
b. Lingkungan sistem yang berubah.
c. Perubahan prosedur operasional.
Perbaikan masalah sistem informasi disebut maintenance programming, yang meliputi tanggapan terhadap masalah sistem dan penambahan fungsi baru ke sistem. Maintenance programming mencakup 60 sampai 90 persen dari programming budget dan menunjukkan apakah sistem informasi yang memburuk perlu diganti atau dipertahankan dengan melakukan perbaikan kecil (minor).
Masalah sistem informasi berhungan dengan karakteristik informasi, yaitu :
a. Relevansi (relevancy).
b. Keakuratan (accuracy), yang memiliki faktor : kelengkapan (completeness),
c. kebenaran (correctness), dan keamanan (security).
d. Ketepatan waktu (timeliness).
e. Ekonomi (economy), yang memiliki faktor : sumber daya (resources) dan
f. biaya (cost).
g. Efisiensi (eficiency).
h. Dapat dipercaya (reliability).
i. Kegunaan (usability).

Relevansi (relevancy)
Hasil dari sistem informasi (SI) harus dapat digunakan untuk kegiatan managemen ditingkat operasional, taktis dan strategik. Jika tidak dapat digunakan, informasi tersebut layak untuk tidak diperhatikan lagi.
Beberapa gejala dari informasi yang tidak lagi relevan, antara lain :
• Banyak laporan yang isinya terlalu panjang
• Laporan tidak digunakan oleh pihak yang menerimanya.
• Permintaan informasi tidak tersedia dalam SI.
• Sebagai laporan yang tersedia tetapi tidak diminta/dibutuhkan.
• Bertumpuknya keluhan-keluhan pemakai ketika laporan tidak diproduksi
• dan disebarluaskan.

Kelengkapan (completeness)
Data tidak hanya dimasukkan secara benar, tetapi juga harus lengkap. Apabila sebuah sistem informasi memiliki 95% keakuratan data, tetapi hanya 80% dari kebutuhan informasi, maka sistem akan tidak efektif.
Berikut beberapa gejala ketidaklengkapan (incompleteness).
• Sebagian data dikembalikan ke pemakai karena sumber
• dokumennya atau isian formulirnya tidak lengkap.
• Pengawas data menunjukkan sebuah atau lebih isian field yang
• tidak diisi karena kesengajaan atau ketidaksengajaan
• Bagian pemasukan data menelepon ke pemakai untuk mengklarifikasikan
• data dari sumber-sumber dokumennya.

Kebenaran (correctness)
Kebenaran biasanya dipikir sebagai keakuratan. Semua data dari field harus dimasukkan secara benar. Berikut gejala dari ketidakbenaran, antara lain :
• Total kesalahan transaksi mengalami kenaikan dibanding
• kualitasnya
• Permintaan untuk perubahan program mengalami kenaikan.
• Masalah yang terjadi setelah akhir hari kerja normal mengalami kenaikan.
• Jumlah kesalahan kritis mengalami kenaikan.
• Sebagai contoh adalah kesalahan saldo hutang nasabah dapat mengurangi
• masukan kas, sehingga membuat nasabah mengalami ketidakpuasan.

Keamanan (security)
Seringkali informasi dikirimkan ke setiap orang yang membutuhkannya. Pengawasan keamanan adalah struktur pengecekan untuk memutuskan jika informasi yang sensitif ditujukan kepada pemakai yang tidak sah.

Ketepatan waktu (timeliness)
Beberapa gejala yang menunjukkan masalah ketepatan waktu :
• Keluaran (throughput) sistem informasi mengalami penurunan.
• Troughput adalah tingkat proses transaksi sampai akhir waktu yang bebas kesalahan.
• Tumpukan pemasukan data mengalami kenaikan.
• Sebuah tumpukan pemasukan data terjadi ketika data transaksi tidak langsung dimasukkan pada saat itu (ditunda/tertunda).
• Keluhan tentang lambatnya sistem membuat laporan mengalami kenaikan.
• Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki kesalahan program mengalami kenaikan
• Banyaknya keluhan dari pemakai tentang kesulitan dalam menghubungi
• staff pemeliharaan program dan staff operasinya.

Ekonomi (economy)
Biaya sistem informasi akan mengalami kenaikan sesuai dengan berjalannya waktu.Meskipun ada beberapa biaya yang mengalami penurunan, dan sebagian akan naik Banyak hal yang menunjukkan kenaikan biaya, seperti konsultan pemeliharaan hardware dan program, dan sebagainya. Banyak organisasi merekrut konsultan sebagai programmer atau analis selama proyek. Untuk jangka pendek secara drastis akan menaikkan biaya tenaga kerja, tetapi untuk jangka panjang mengurangi biaya karena mempertimbangkan keuntungan sistem informasi yang didapat.

Efisiensi (eficiency)
Efisiensi adalah berapa banyak produksi meningkat karena tambahan unit sumber daya dalam proses produksinya. Untuk contoh, sebuah perusahaan mengeluarkan $500.000 untuk sistem inventory. Penjualan mengalami kenaikan $100.000 sebagai hasil dari sistem baru tersebut.
Efisiensi dari sistem tersebut adalah :
100.000 ------- = 20%
500.000
Disini beberapa rasio yang dapat dihitung dan dianalisa, antara lain :
• Keluaran / nilai uang (trougput/dollar).
• Keluaran / waktu untuk memasukkan data (trougput/data entry hours worked).
• Transaksi tanpa kesalahan/waktu (errorless transaction/hours).
• Kesalahan yang dibetulkan/nilai uang (errors corrected/dollar).
• Perubahan program/jumlah programmer (program changes/number of programmers).
• Biaya kertas/transaksi (paper costs/transaction).

Dapat dipercaya (reliability)
Sebuah indikator penting dari sistem informasi yang adalah dengan memperhatikan masalah reliabilitasnya. Beberapa gejala tentang masalah reliabilitas, antara lain :
• Computer downtime, yaitu sistem informasi bekerja dengan baik
• ketika komputernya bagus, kemudian komputer mengalami penurunan
• Banyaknya karyawan mengalami pergantian (turnover), yaitu tingkat rata-rata karyawan bekerja dengan baik keluar, dan karyawan baru ditraining.
• Waktu perbaikan kesalahan program, yaitu pemakai tidak dapat memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki sebuah kesalahan informasi, barangkali satu jam atau empat minggu.
• Biaya, yaitu tingginya varian rata-rata biaya setiap bulannya.
• Tumpukan transaksi, yaitu jumlah transaksi yang tertunda atau ditolak.
• Rata-rata kesalahan, yaitu rata-rata kesalahan yang tidak dapat diprediksi, sehingga perlu menguranginya.


Kegunaan (usability)
Tidak ada hal yang lebih baik dari sebuah sistem yang dirancang sesuai dengan kriteria. Jika sistem sulit digunakan, berarti adalah masalah dalam sistem.
Beberapa gejala yang menunjukkan sedikit kegunaan (poor usability) sistem, antara lain :
• Lamanya waktu pelatihan bagi pemakai pemula.
• Tingginya rata-rata kesalahan yang terjadi.
• Naiknya keluhan-keluhan pemakai.
• Naiknya kemangkiran dari sebagian pemakai komputer.

Information systems backlog
Tumpukan pemasukan data adalah sebuah kondisi dimana transaksi yang dating tidaklangsung dimasukkan (posted) ke record pada awal hari kerja berikutnya. Tujuan uatma dari sistem informasi bisnis adalah menyimpan sumber daya (to keep track of resources), sehingga kegagalan memperbarui (to update) sumber daya record adalah sebuah masalah sistem yang serius. Sebagai analis, adalah penting untuk mengetahui apa yang menyebabkan
terjadi tumpukan (backlogs) dan masalah-masalah yang sebabkan systems backlogs.

Terdapat 5 alasan mengapa sebuah tumpukan masalah sistem informasi dapat terjadi :
1. Volume transaksi mengalami kenaikan (transaction volume increase).
2. Penurunan kinerja (decreasing performance).
3. Pergantian karyawan yang tinggi (employee turnover).
4. System downtime.
5. Transaction variances.

Beberapa masalah backlogs menyebabkan beberapa kekacauan, antara lain :
• Menumpuknya rekord-rekord (lack of record currency).
• Kenaikan rata-rata kesalahan (increased error rates).
• Kenaikan biaya (increased costs).
• Kenaikan pergantian karyawan (increased employee turnover)
Deteksi sumber-sumber masalah sistem informasi :
a. Keluhan pemakai (user complaints).
b. Perhatian top manajemen (top management concerns)
c. Penunjuk jalan (scouting).
d. Pengawas pemakai (user surveys).
e. Pengawas (audits).
f. Pengukur kinerja sistem (performance measurement systems).
Banyaknya catatan-catatan (logs) masalah-masalah laporan dapat digunakan oleh sistem analis untuk studi awal (preliminary study). Studi ini memutuskan jika laporan atau deteksi masalah adalah cukup serius untuk menjamin perhatian lebih lanjut dan perhatian apa saja yang perlu untuk dilakukan.
Analis menyiapkan sebuah laporan awal masalah yang mencakup 4 elemen berikut:
1. Source, dari mana sumber masalah informasi berasal.
2. Nature, sebuah deskripsi singkat tentang sumber masalah.
3. Detailed analysis, pengembangan secara teknis dari masalah (problem nature).
4. Recommendation, sejauh mana solusi dari masalah akan dikembangkan.

Tipe recommendation, terdiri dari :
a. Masalahnya kecil dan kebutuhan pemeliharaan.
b. Masalahnya membutuhkan kemampuan sistem.
c. Masalahnya serius sehingga perlu analisis detail.
Rekomendasi ini dimulai dari system development life cycle. Detail analisis memutuskan apakah sistem saat ini perlu diganti dengan sistem informasi yang baru.

Permasalahan dan Solusi Internet dalam Dunia Pendidikan
Kendala bidang pendidikan ini dapat diatasi dengan adanya internet yang bisa diakses oleh peserta didik di perguruan tinggi. Berbagai macam informasi seperti perpustakaan online, jurnal online, majalah, dan bahkan buku-buku teks yang dapat di-download gratis dari berbagai situs yang ada dalam dunia internet. Mahasiswa bisa mencari apapun yang berkaitan dengan materi perkuliahan disampaikan dosen di kelas, untuk memperbandingkan, memperkaya pengetahuan, dan mencari sesuatu yang memerlukan kejelasan dan pemahaman mendalam.

Permasalahan selalu timbul dalam dunia pendidikan adalah kekurangan informasi dan referensi akibat terbatasnya jumlah sarana belajar. Ketersediaan buku – buku di perpustakaan terutama pada lembaga pendidikan swasta cukup memprihatinkan dan sangat jauh dari harapan jika yang menjadi tujuan adalah melahirkan sarjana-sarjana berkualitas dari universitas. Namun pada praktiknya, sosialisasi internet bagi dunia pendidikan tidak semudah yang dibayangkan dan diharapkan banyak pihak, menurut Rahardjo (2001), terbatasnya pemanfaatan teknologi informasi ini dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kurangnya penguasaan bahasa Inggris, kurangnya sumber informasi dalam bahasa Indonesia, mahalnya biaya akses internet, dan ketidaksiapan tenaga pendidik. Faktor pertama, merupakan permasalahan utama dalam memanfaatkan segala teknologi hasil karya masyarakat Barat. Produk-produk teknologi yang sampai ke tangan masyarakat dunia umumnya menggunakan komunikasi berbahasa Inggris sehingga menyulitkan bagi para pengguna seperti mahasiswa Indonesia yang Jurnal Ilmiah umumnya masih memiliki kemampuan rendah dalam bahasa asing, sedangkan banyak informasi-informasi dan ilmu pengetahuan direkayasa dalam bahasa internasional tersebut.
Faktor kedua, keterbatasan informasi dan ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia, menjadi salah satu penyebab rendahnya penggunaan internet dalam negeri. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk berbagi ilmu pengetahuan masih sangat rendah dibanding di luar negeri. Informasi masih dianggap suatu hal pribadi dan berharga mahal yang tidak dapat diakses oleh seluruh orang, menjadikan pengetahuan hanya berkembang untuk diri pribadi dan komunitas tertentu saja.
Faktor ketiga, adalah kendala mahalnya biaya untuk menggunakan internet di dalam negeri. Untuk mengakses internet pribadi dengan menggunakan jaringan telepon milik pemerintah seseorang harus mengeluarkan biaya hampir sepuluh ribu rupiah per jam sehingga membatasi pemanfaatan internet tersebut. Solusi ini dapat dipecahkan dengan menggunakan internet pada warung-warung internet dengan biaya yang lebih murah antara dua ribu sampai tiga ribu rupiah per jam. Namun masih saja terlalu mahal untuk seorang mahasiswa apabila harus menggunakan dalam frekuensi tinggi (selalu mengakses).
Faktor terakhir, permasalahan dari tenaga pendidik itu sendiri yang masih belum siap menggunakan teknologi internet dalam proses pengajarannya akibat kurangnya kemampuan dosen dalam bidang ini. Seorang dosen tidak akan pernah menyarankan kepada mahasiswa memperkaya wawasan dengan fasilitas internet akibat kekurangmampuannya sendiri. Dampak akhir yang terjadi mahasiswa tidak akan termotivasi untuk mengembangkan diri jika dosen tidak pernah menyarankan pemanfaatan sumber ilmu non formal tersebut.
Masalah terpenting dari sekian faktor penghambat di atas terletak pada faktor ketiga dan keempat yakni mahalnya biaya akses dan keterbatasan dosen. Jika kendala bahasa tidak menjadi masalah, lambat laun mahasiswa akan terus belajar dengan sendirinya dengan tingginya frekuensi penggunaan internet, sehingga mereka akan lebih memahami penguasaan istilah-istilah asing dari internet tersebut. Sumber motivator utama dari dosen adalah faktor terpenting dalam mensosialisasikan kegiatan penunjang pembelajaran. Misalnya untuk melengkapi informasi tentang sebuah kajian masalah di dalam kelas, mahasiswa dianjurkan untuk membuka homepage milik dosen, atau mengakses situs-situs lain yang disarankan dosen.
Dari segi mahalnya biaya kendala ini dapat diatasi dengan berperan penting lembaga pendidikan/universitas untuk mengembangkan sistem pembelajaran internet dengan membangun sebuah jaringan internet di lembaga pendidikan, menyediakan sarana penyewaan dengan biaya yang lebih murah dibanding warung internet milik penguasaha bisnis





















DAFTAR PUSTAKA
1.Kamal Pasha, Musthafa, dkk. 2000. Ilmu Budaya Dasar. Yogyakarta : Cipta Karsa Mandiri
2. http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi kebudayaan-daerah/
3. Ranjabar, Jacobus, 2006, Sistem Sosial Budaya Indonesia (suatu pengantar), Ghalia Indonesia, Bogor
4. http://cabiklunik.blogspot.com/2008/08/kbi-selamatkan-budaya-dari-mekanisme.html
5. Widhagdo, Djoko. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT Bumi Aksar
6. Sarjono. Agus R (Editor). 1999. ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita”. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.
7. Martin, Merle P., Analysis And Design of Business Information Sytems, Macmillan Publishing Company, New York, 1991.
8. http://winsolu.wordpress.com/2008/05/02/permasalahan-dan-solusi-internet-dalam-dunia-pendidikan/

0 komentar:

Posting Komentar


  © NOME DO SEU BLOG

Design by Emporium Digital